2
Aku Mengenalnya!
Anak laki-laki itu
menunjuk ke dalam sungai di mana terdapat beberapa batu yang agak besar.
Batu-batu itu membentuk barisan dari tepi sungai menuju ke tengah sehingga
membendung separuh aliran sungai dan tampak seperti telaga kecil. Airnya sangat
jernih sampai batu kecil di dalam sungai terlihat jelas.
“Lihat.”
Gadis kecil itu melihat
ke dalam sungai lalu tersenyum. Di dasar sungai tampaklah batu kerikil kecil
berwarna putih kecoklatan yang tersusun berbentuk hati. Kerikil putih itu
tampak sangat kontras di antara kerikil lainnya yang berwarna kehitaman. Tampak
berkilauan karena pantulan cahaya matahari di air.
“Wah, cantik sekali.”
Anak lelaki itu
tersenyum bangga karena berhasil menemukan sesuatu yang hebat.
“Kamu suka?”
“Tentu saja.” Gadis
itu tersenyum. Tapi kemudian raut wajahnya langsung berubah gugup. Dia meraih
tangan lelaki kecil itu kemudian menatap ke matanya. Lelaki itu tampak
kebingungan. Kemudian dengan ragu gadis itu berkata.
“Anu.. A.. Aku...
Terima kasih sudah menunjukkan ini.” Ah bukan itu yang ingin kukatakan.
“Aku senang kalau kamu
juga senang, kok.”
“Anu. Aku mau
bilang..."
***
Erika berangkat ke sekolah sambil sesekali
terbatuk-batuk. Wajahnya sedikit pucat. Walaupun begitu dia masih bisa
tersenyum menatap matahari pagi. Suasana hatinya tampak secerah pagi ini. Kontras
sekali.
“Aku mau cerita ke Noriko-chan, ah. Aku suka
sama senpai itu. Eh, tapi sebelumnya aku harus cerita dulu ya, kalau kemarin
hp-ku hilang.”
Erika memasuki gerbang sekolah dengan perasaan
riang gembira. Dia sadar kalau dia menyukai Yusuke.
Seperti dejavu.
Erika menghentikan langkahnya tiba-tiba. Dia kaget
begitu kata ‘dejavu’ itu terlintas begitu saja di pikirannya.
Sepertinya aku pernah
mengalami hal ini sebelumnya. Tapi di mana ya?
“Eri-chan! Selamat pagi.” suara Noriko
membuatnya melupakan pemikiran anehnya itu.
“Pagi.” Erika tersenyum
***
-Kemarin-
Sekarang jam menunjukkan pukul 4 sore. Sebagian
siswa termasuk yang ikut kegiatan ekstrakurikuler sudah pulang.
“Hei Ryu, jangan melompat-lompat begitu. Sakit
tahu.”
Ryu yang dilarang malah semakin melompat
tinggi. Dia memegang salah satu bahu Yusuke, kemudian menjadikannya tumpuan
untuk melompat.
“Hahaha. Asik tahu. Coba aja.”
Ryu kemudian langsung menyesali kalimat
terakhirnya. Karena Yusuke segera meraih bahunya, lalu melompat. Tapi Ryu yang
tidak siap, kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke depan. Yusuke jadi ikutan
jatuh.
“Hahahahaha..” mereka berdua tertawa. Mereka
terlihat tidak ada bedanya dengan anak TK yang bermain.
“Eh, apa tuh?” Yusuke melihat sesuatu di
belakang papan pengumuman upacara. Ia kemudian bangun dan memungutnya. Sebuah
hp. Covernya berwarna soft pink
dengan stiker bergambar ceri. Terdapat juga strap
berwarna merah yang juga berbentuk ceri. Yusuke seperti pernah melihat hp ini.
“Wah, dapat hape kita. Bisa dijual nih.” Ryu
merebut hp itu dari tangannya.
“Eh, maksud kamu apa? Barang temuan harus
dikembalikan ke pemiliknya tau.”
“Hehehe. Becanda kali. Emang kamu tahu ini
punya siapa?”
“Kayaknya aku pernah liat hp ini tadi siang
deh.”
“Hah? Tadi siang?”
“Ah, iya! Aku ingat. Anak kelas 1 itu. Waktu
kita nganter sesuatu buat Bu Guru Yoshina. Aku liat ada anak yang punya hp
mirip ini.”
“Heh? Kamu yakin?”
“Yah, kita tanya dulu kan.” Yusuke lalu
berbalik hendak masuk kembali ke sekolah. Tapi langkahnya terhenti.
“Besok aja kali. Kamu gak liat sekolah udah
kosong?”
Yusuke terpaku menatap sekolahnya yang hanya
tinggal satu dua orang itu.
“Hehe. Iya juga ya. Yuk, pulang.” Yusuke
memasukkan hp itu ke dalam saku celananya.
***
Bel belum berbunyi. Noriko melihat Erika yang
terbatuk-batuk, di dahi dan pelipisnya tampak butiran-butiran kecil keringat.
“Eri-chan. Kamu sedang sakit atau sedang
berbunga-bunga? Mukamu pucat begitu, tapi kamu senyum-senyum terus.”
“Hehe. Dua-duanya mungkin. Uhuk.. uhuk”
“Astaga. Badanmu panas begini. Ayo ke UKS!”
“Tidak usah. Aku masih kuat kok. Lagipula ini
baru hari kedua sekolah. Masih banyak guru yang belum kukenal. Aku masih bisa
tahan kok.”
“Kamu yakin?”
“Iya” Erika tersenyum.
“Eh, kemarin aku berpapasan sama Ryu-senpai
loh. Dekat lorong rumahku. Aku e-mail kamu kok gak dibalas?”
“Ah, iya! Noriko-chan. Kemarin hp-ku hilang.
Kamu liat gak?”
“Hah? Hp-mu hilang? Astaga. Hp itu barang yang
paling penting tau. Kok kamu bisa tenang gini sih. Udah coba dihubungi?” Erika
cuma mengangkat bahu.
“Belum. Yah, kalau memang takdirnya sama aku,
bakal balik sendiri kok.”
“Ya, ampun. Kamu ini. Paling bisa bikin orang
khawatir. Mana sakit begini lagi.”
“Hehehe. Oh, iya...” Sebelum melanjutkan
kalimatnya, Erika melihat kiri-kanan lalu setengah berbisik berkata “Sepertinya
kemarin aku jatuh cinta.” Ujar Erika dengan santai. Noriko semakin takjub sama
temannya ini. Sekarang dia malah tidak bisa berkata-kata.
“Kamu ingat cowok kemarin gak? Yang jalan sama
Ryu-senpai. Kamu bilang namanya Yusuke.”
“Eh, kamu suka sama Yusuke-senpai? Padahal kan
baru ketemu sebentar gitu.”
“Iya. Kemarin waktu mampir di kelas. Aku liat
dia.”
“Loh, aku cuma liat Ryu-senpai tuh. Lagian
bukannya kamu tidur?”
“Gak kok. Kemarin waktu aku buka mata dia
muncul di depan pintu.”
“Ah, kamu lagi mimpi kali.”
“Beneran kok. Bukannya kamu sendiri yang
ngomong kalo Ryu-senpai kemarin ke kelas kita? Sepertinya Yusuke-senpai juga
ada.”
Erika kemudian berbalik dan mengulang posisinya
kemarin. Berbaring di meja.
“Dia muncul tepat di situ. Rasanya waktu
bergerak melambat. Dan aku gak bisa lepaskan pandangan darinya.”
Tepat ketika ucapan Erika selesai. Yusuke
muncul di depan pintu. Disusul Ryu, yang segera mengundang teriakan histeris
murid-murid cewek di kelas. Yusuke langsung melihat Erika,
“Hmph.” dengan menahan tawanya dia maju. “Kamu
tiap hari selalu duduk dengan posisi begini?”
Erika yang menemukan kesadarannya sontak
mengangkat kepalanya kembali ke posisi duduk. Dia mengedip-ngedipkannya
matanya, karena merasa ia baru saja bermimpi. Wajahnya menampakkan ekspresi
bingung, yang entah kenapa malah membuat Yusuke tertawa.
“Hahaha. Kamu lucu banget sih. Ya nggak Ryu.”
Yusuke berbalik menatap Ryu. Tapi, Ryu malah menampilkan ekspresi terkejut.
Matanya tak lepas dari Erika.
Seisi kelas mulai berbisik-bisik, melihat
keanehan tingkah Ryu-senpai mereka yang sangat berbeda dari biasanya. Ryu yang
mereka kenal adalah anak yang selalu ramah dan ceria. Tapi kali ini Ryu seperti
bukan dirinya.
“Hahaha.” Yusuke masih tertawa. “Bahkan kamu
sampai gak bisa ngomong gitu ya? Huu.”
“Anu, ada apa ya, senpai? Ada perlu apa datang
ke sini?” tanya Erika sambil menahan malu karena jadi bahan tertawaan orang
yang disukainya.
“Oh, maaf maaf. Ini. Kemarin jatuh dekat
gerbang.” Yusuke mengeluarkan sebuah hp dari sakunya. “Ini punyamu?”
“Ah, hpku!” Erika setengah berteriak karena
gembira. Yusuke tersenyum melihat tingkah Erika, yang ekspresinya bisa
tiba-tiba berubah dari wajah yang bingung menjadi ceria.
Yusuke tiba-tiba menampilkan ekspresi yang sama
seperti ekspresi Ryu. Perasaan aneh dan penasaran terus muncul. Senyum itu sepertinya familiar. Pernah liat
dimana ya? Batin Yusuke.
“Ternyata jatuh di sekolah, ya. Syukurlah.
Terima kasih, Senpai.” suara Erika menyadarkannya.
“Ah. Sama-sama. Oh, iya. Ngomong-ngomong namaku
Fujiyama Yusuke. Salam kenal”
“Aku Miyamoto Erika. Salam kenal juga,
Fujiyama-senpai.”
“Iya, Miyamoto-san.” Erika merasa senang.
Lelaki yang baru kemarin disukainya, kini menyebut namanya. Ini perkembangan yang cukup cepat.
Pikirnya. Tapi tidak apa-apa kan. Erika
merasa senang.
“Oh, iya Miyamoto-san. Kenalkan juga temanku
ini.” Yusuke menoleh dan mendapati Ryu yang masih menatap Erika dengan takjub.
“Hei, jangan diam saja. Ayo, sini. Panggil saja dia Ryu. Dia lebih suka
dipanggil begitu”
“Ryu-senpai kenapa? Seperti baru lihat cewek
cantik. Pangerannya Ayakashi bisa malu-malu juga ya?” Noriko menggoda Ryu.
Ryu langsung tersenyum malu-malu.
“Kyaaa..” Anak-anak sekelas jadi histeris.
Erika tersenyum. “Salam kenal. Ryu-senpai.”
“Ah, iya. Salam kenal.” Ryu-senpai yang
bersuara malah membuat anak-anak sekelas jadi tambah histeris. Ryu sendiri masih
memperhatikan Erika dengan seksama. Dia seperti berpikir keras. Walaupun
pandangan mata Erika malah menatap Yusuke. Anak
ini kan.. Itu suara hati Ryu.
Bel masuk berbunyi.
“Baiklah, hp-nya sudah dikembalikan. Sekarang
ayo kita kembali ke kelas.” Yusuke menarik Ryu menjauh. “Miyamoto-san kalau
ketemu di luar jangan lupa menyapa kami ya.”
Erika membalasnya dengan senyum karena mereka
sudah berjalan menjauh.
“Ciee. Senang ya.” Noriko menggoda Erika.
“Tentu saja.” Erika tersenyum.
Seperti dejavu. Erika kembali teringat sesuatu yang
tadi pagi tiba-tiba muncul dipikirkannya. Dejavu?
Kenapa aku terus memikirkan ini. Apa memang aku pernah mengenal senpai? Di
kehidupan sebelumnya mungkin? Kalau memang iya, berarti kita memang jodoh dong.
Erika tersenyum.
***
“Hei, Ryu.” Yusuke memanggil Ryu yang sejak
tadi diam saja.
“Hm?” Ryu agak kaget.
“Kamu tadi kenapa?”
“Memangnya aku kenapa?”
“Dari tadi kamu bertingkah aneh. Ada apa? Ada
sesuatu yang mengganggu pikiranmu?”
“Tidak. Hanya saja si Miyamoto ini. Aku sangat
yakin kalau dia itu temanku waktu di Yamanashi dulu. Aku ingat betul wajahnya.
Matanya. Senyumnya. Tidak salah lagi. Dia Akiko. Tapi kenapa namanya bisa jadi
Erika?”
“Akiko?”
“Iya, dia tetanggaku waktu aku masih tinggal di
Yamanashi. Aku ingat kalau aku sering bermain dengannya.”
“Coba saja kamu tanyakan ke dia. Siapa tahu dia
masih ingat kamu.”
“Kayaknya gak deh, soalnya tadi dia lihat aku
kayak baru ketemu gitu. Kalau memang dia ingat, pasti dia bakal bilang sesuatu.
Dia juga kayaknya gak tertarik sama aku. Malah kalau aku perhatikan, pandangan
matanya ke kamu terus.”
“Heh? Yang bener?” Yusuke merapikan kerah bajunya
dengan sok keren lalu berkata, “Apa sekarang tingkat kekerenanku sudah naik?
Popularitas kamu bakal turun nih?”
Ryu langsung meninju lengan Yusuke. “Enak saja.
Pangeran Ayakashi cuma ada satu. Yaitu aku.” Ryu berkata dengan nada bangga.
“Huh. Dasar narsis.”
“Hahaha. Kalau aku sudah lulus, gelar itu akan
kuwariskan ke kamu deh.”
“Kalau kamu lulus, aku juga sudah lulus kali!”
“Hahahaha. Artinya kamu gak bisa ambil gelar
itu tau. Hahha.” Ryu berkata sambil menghilang ke dalam kelas.
Yusuke terdiam sebentar, lalu tersenyum. Dia
kemudian menuju kelasnya. Oh iya, Ryu dan Yusuke itu beda kelas. Yusuke di
kelas 3-2 sementara Ryu di kelas 3-1.
***
-Jam istirahat siang-
Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Kantin sudah
mulai sepi. Ryu dan Yusuke ada di salah satu meja, masih menyantap makanannya. Tiba-tiba
seseorang menepuk bahu Ryu.
“Hadashi-san. Adikmu ada di UKS. Sepertinya dia
habis berantem.”
“Apa?!! Dia berantem lagi?! Dasar anak itu.”
Ryu menggaruk kepalanya kesal. “Ah, terima kasih Sakura-san. Aku segera ke
sana. Yusuke, aku duluan ya.” Ryu kemudian bangkit berdiri lalu berlari keluar
kantin. Tepat di pintu keluar, suara bel berbunyi. Ryu sontak berhenti. Dia langsung
berbalik lalu berteriak,
“Sakura-san, tolong titip absen ya.”
“Iya.” jawab Sakura pelan, karena Ryu sudah
menghilang dari pandangan.
***
-Jam istirahat siang-
Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Suasana kelas
1-2 masih riuh saja dengan suara celotehan anak-anak yang mengobrol. Noriko
yang datang dari luar, mendapati Erika masih tidur di mejanya.
“Eri-chan. Bel masuk sudah mau dibunyikan, tapi
kamu masih tidur? Hmm..” gumam Noriko. Dia mendekati meja Erika lalu
mengguncangnya pelan.
“Eri-chan. Eri-chan. Bangun. Kalau memang tidak
sanggup, ke UKS saja sana.”
“Aku masih kuat kok.” Erika lalu mengangkat
kepalanya lalu duduk.
“Hm. Ya udah. Eh, Aku punya cerita menarik nih.
Teman kelas kita si Mizuki berantem dengan So-kun.”
“Hah? So-kun?” Noriko pasti cukup akrab sama si So-kun ini, karena dia sudah
memanggilnya dengan nama panggilan seperti itu.
“Iya, So-kun. Anak kelas 1-3. Dia itu teman sekelasku
di SMP dan sekarang satu sekolah di SMA. Dia juga adiknya Ryu-senpai.”
“Oh, jadi Ryu-senpai punya adik?” suara Erika
mulai terdengar melemah. Di sela kata-katanya terdengar desahan napas.
“Iya. So-kun itu orangnya gak mau kalah sama
orang. Dia sebenarnya anak yang baik. Tapi sejak masuk SMP dia jadi emosian.
Entah kenapa dia gampang banget tersinggung dan sering ngajak orang beran...”
kata-kata Noriko tidak selesai, karena Erika tiba-tiba jatuh. Untung Noriko
sempat menahannya. “Eri-chan! Kamu kenapa?!”
Bel berdering tepat saat Erika jatuh pingsan.
Noriko lalu minta tolong untuk membantu memapah Erika menuju UKS.
***
Di UKS, Noriko dan teman-temannya memapah Erika
ke dalam. Segera guru kesehatan membantu mengarahkan mereka ke tempat tidur
pasien. Ryu yang sedang mengomeli adiknya lalu berhenti. Kemudian langsung
terdiam begitu melihat Erika yang dibopong masuk UKS.
“Kalian kembali ke kelas saja teman-teman.
Erika biar aku yang jaga.” ujar Noriko.
“Kamu juga kembali ke kelas saja. Bel sudah
berbunyi. Jangan jadikan ini alasan untuk membolos. Kamu tidak usah khawatir.
Aku akan menjaganya.”
“Baik, Bu.” Noriko memandang Erika sekali lagi
kemudian beranjak pergi menyusul teman-temannya.
Soichirou yang melihat adegan itu hanya
mendengus. Kemudian dia melihat kakaknya yang mematung menatap Erika.
“Kakak kalo cuma mau marah-marah disini mending
balik ke kelas aja. Bel sudah bunyi tuh.”
“Huh?” Ryu sedikit terlonjak mendengar komentar
adiknya.
“Itu benar Hadashi-san. Kamu kembali ke kelas
saja. Adikmu sudah dimarahi wali kelasnya tadi. Dia juga butuh istirahat.
Memarnya lumayan banyak.” Ujar Bu Guru.
Ryu memandang Erika.
“Sudah kamu keluar sana.” Desak Bu Guru.
***
Erika perlahan membuka matanya. Ini dimana ya? Terlihat di samping kirinya
tirai yang membatasi tempat tidur pasien, lalu di sebelah kanan di ujung
ruangan dia melihat lemari kaca dengan stiker berbentuk palang merah. Ah, ini pasti di UKS. Tapi sekarang sepi
sekali ya. Apa tidak ada guru yang jaga?
Erika merasa dia sudah cukup baikan. Dia merasa
baik-baik saja saat bangkit duduk. Tapi ketika mencoba berdiri dia malah
terhuyung dan jatuh terduduk di lantai.
“Ah..” Erika memegangi kepalanya yang tiba-tiba
terasa pusing sekali.
Soichirou yang sedang tidur-tiduranmemandangi
langit-langit langsung terbangun mendengar suara gedebuk. Kemudian dia membuka
tirai pembatas tempat tidur itu. Dia melihat Erika sedang terduduk di lantai. Ia
segera menghampirinya.
“Hei, kamu baik-baik saja?”
Erika kaget karena tadinya dia mengira di UKS
ini tidak ada orang-orang. Dia memaksakan senyumnya lalu melambaikan tangannya.
“Aku tidak apa-apa kok.” Erika lalu memandangi
lantai. Wah.. Lantainya berputar. Hebat.
Sudah lama aku tidak melihat pemandangan ini. Semuanya berputar. Ujarnya
dalam hati. Dia kemudian tersenyum lagi.
Soichirou melihatnya dengan pandangan aneh. Cewek ini gila ya. mungkin kepalanya
terbentur sesuatu tadi. Makanya dia pingsan terus dibawa ke sini.
Erika kemudian mencoba bangkit. Kali ini Soichirou
membantunya.
“Terima kasih.”
“Kamu
lagi sakit kan? Kalau sakit gak usah maksain diri begitu. Mending tidur-tiduran
aja. Tidur di UKS itu lebih enak daripada harus belajar di kelas. Kamu harusnya
bersyukur bisa sakit.” Erika tampak sedikit terkejut mendengarnya. Memang apa enaknya orang sakit?
“Aku sering tuh berharap lagi sakit pas di
sekolah. Gak perlu belajar di kelas yang membosankan. Dan yang paling penting
gak dianggap bolos juga. Kan kita lagi ‘sakit’.” Soichirou tersenyum bangga
dengan pendapatnya itu.
Huh. Cowok ini sombong
banget. Pikir
Erika. Erika yang penglihatannya mulai kembali normal, mengangkat kepalanya
hendak membalas perkataan Soichirou. Tapi kata-katanya tidak keluar. Dia malah
tertegun menatapnya.
Soichirou yang dilihatin seperti itu merasa risih.
Dia sedikit salah tingkah.
“Apa? Kenapa liat-liat?” dia malah jadi ketus.
Tapi Erika masih menatap Soichirou. Dahinya
sedikit berkerut. Sepertinya aku pernah
liat, tapi di mana ya?
“Apa sih. Cewek aneh.” gumam Soichirou sambil
berjalan kembali ke tempat tidurnya.
“Tunggu.”
“Apa?”
“Apa aku mengenalmu?”
“Hah?”
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Soichirou mendengus “Huh. Aku gak kenal kamu
tuh.” Dia kemudian menarik tirai pembatas dengan kasar.
“Hei, tunggu.” Erika menarik kembali tirai
pembatas itu.
“Apa lagi sih?” Soichirou mulai jengkel.
“Tidak. Hanya saja aku merasa kalau kita pernah
ketemu. Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Siapa tahu kita memang saling kenal”
“Cari tahu aja sendiri.” Soichirou lalu
berbaring membelakangi Erika. Pura-pura tidur.
Erika merasa mengenal Soichirou. Dia memikirkan
bagaimana cara untuk mengetahui namanya. Oh
iya, guru kesehatan pasti tahu namanya.
“Hei, guru yang jaga kemana?”
“Lagi keluar.” Soichirou berkata acuh tak acuh.
“Keluar kemana?”
“Gak tau. Pokoknya keluar.”
“Dia tadi bilang gak, mau ke mana?”
Soichirou menghela napasnya keras-keras. “Gak”
“Ngomong-ngomong kamu habis berantem ya? Lukamu
banyak juga. Berantem sama siapa?”
Soichirou menggelengkan kepalanya. Dia sudah
tidak tahan lagi. Dia lalu bangkit berdiri. UKS
bukan tempat yang tenang hari ini. Pikirnya.
Erika panik karena orang yang dari tadi
membuatnya penasaran, akan pergi tanpa memberitahukan namanya. “Hei, tunggu!
Bajumu.”
Soichirou kemudian berhenti. Hah? Baju? Dia menatap bajunya mungkin
ada sesuatu yang menempel. Tapi tidak ada apa-apa selain noda lumpur bekas
pertengkarannya tadi pagi.
“Ada sesuatu di bajumu.”
“Yeah, yeah.. Bajuku memang kotor.” Ujarnya
cuek.
“Bukan itu. Ada sesuatu yang menempel. Itu di
sebelah situ. Aku melihatnya tadi. Coba balik sini sebentar” karena penasaran, Soichirou
berbalik juga.
“Mana? Gak ada kan.”
“Hadashi Soichirou.”
“Apa lagi?”
“Itu namamu kan?” Soichirou kaget. Ia baru
sadar kalau cewek di depannya baru saja menyebut namanya.
”Darimana kamu...”
“Maaf tadi aku berbohong. Aku cuma ingin
membaca papan namamu. Aku Miyamoto Erika” Erika tersenyum.
Wajah Soichirou tampak memerah menahan marah.
Dia merasa seperti orang bodoh. Bisa-bisanya dia tertipu dengan mudahnya. Dia
lalu berjalan keluar UKS. Dengan satu pukulan di pintu UKS sebagai ungkapan
kekesalannya.
“Hei tunggu.”
Erika masih ingin memastikan kalau mereka
saling kenal. Tapi sepertinya dia tidak punya kesempatan.
***
Di rumah, Erika terus memikirkan tentang Soichirou.
Dia tidak bisa konsentrasi menyelesaikan PR-nya. Alih-alih, dia malah
menuliskan nama ‘Hadashi Soichirou’ di bukunya. Teringat pembicaraannya dengan
Noriko waktu di kelas.
...teman kelas kita si
Mizuki berantem dengan So-kun.
“Hm.. So-kun” Dia lalu melingkari kata ‘So’ di
tulisannya.
Refleks dia juga melingkari kata ‘Ichirou’
“Ichirou-kun.” Keningnya kemudian berkerut. “Eh?” Erika merasa nama itu
familiar.
“ Soichirou... So-kun... Ichirou-kun... Ah!” Aku ingat sekarang. Ichirou-kun.
“Erika, makan malam!”
“Iya, Pa.”
Tapi sebenarnya Erika tidak begitu mengingatnya.
Dia ingat kalau dia mengenal seseorang dengan nama Ichirou-kun. Dia juga ingat
wajahnya. Tapi sayangnya begitu saja. Dia cuma bisa ingat sejauh itu.
***