2015/01/20

Destiny: Part 2

2
Aku Mengenalnya!

Anak laki-laki itu menunjuk ke dalam sungai di mana terdapat beberapa batu yang agak besar. Batu-batu itu membentuk barisan dari tepi sungai menuju ke tengah sehingga membendung separuh aliran sungai dan tampak seperti telaga kecil. Airnya sangat jernih sampai batu kecil di dalam sungai terlihat jelas.
“Lihat.”
Gadis kecil itu melihat ke dalam sungai lalu tersenyum. Di dasar sungai tampaklah batu kerikil kecil berwarna putih kecoklatan yang tersusun berbentuk hati. Kerikil putih itu tampak sangat kontras di antara kerikil lainnya yang berwarna kehitaman. Tampak berkilauan karena pantulan cahaya matahari di air.
“Wah, cantik sekali.”
Anak lelaki itu tersenyum bangga karena berhasil menemukan sesuatu yang hebat.
“Kamu suka?”
“Tentu saja.” Gadis itu tersenyum. Tapi kemudian raut wajahnya langsung berubah gugup. Dia meraih tangan lelaki kecil itu kemudian menatap ke matanya. Lelaki itu tampak kebingungan. Kemudian dengan ragu gadis itu berkata.
“Anu.. A.. Aku... Terima kasih sudah menunjukkan ini.” Ah bukan itu yang ingin kukatakan.
“Aku senang kalau kamu juga senang, kok.”
“Anu. Aku mau bilang..."
***

Erika berangkat ke sekolah sambil sesekali terbatuk-batuk. Wajahnya sedikit pucat. Walaupun begitu dia masih bisa tersenyum menatap matahari pagi. Suasana hatinya tampak secerah pagi ini. Kontras sekali.
“Aku mau cerita ke Noriko-chan, ah. Aku suka sama senpai itu. Eh, tapi sebelumnya aku harus cerita dulu ya, kalau kemarin hp-ku hilang.”
Erika memasuki gerbang sekolah dengan perasaan riang gembira. Dia sadar kalau dia menyukai Yusuke.
Seperti dejavu.
Erika menghentikan langkahnya tiba-tiba. Dia kaget begitu kata ‘dejavu’ itu terlintas begitu saja di pikirannya.
Sepertinya aku pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tapi di mana ya?
“Eri-chan! Selamat pagi.” suara Noriko membuatnya melupakan pemikiran anehnya itu.
“Pagi.” Erika tersenyum
***

-Kemarin-
Sekarang jam menunjukkan pukul 4 sore. Sebagian siswa termasuk yang ikut kegiatan ekstrakurikuler sudah pulang.
“Hei Ryu, jangan melompat-lompat begitu. Sakit tahu.”
Ryu yang dilarang malah semakin melompat tinggi. Dia memegang salah satu bahu Yusuke, kemudian menjadikannya tumpuan untuk melompat.
“Hahaha. Asik tahu. Coba aja.”
Ryu kemudian langsung menyesali kalimat terakhirnya. Karena Yusuke segera meraih bahunya, lalu melompat. Tapi Ryu yang tidak siap, kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke depan. Yusuke jadi ikutan jatuh.
“Hahahahaha..” mereka berdua tertawa. Mereka terlihat tidak ada bedanya dengan anak TK yang bermain.
“Eh, apa tuh?” Yusuke melihat sesuatu di belakang papan pengumuman upacara. Ia kemudian bangun dan memungutnya. Sebuah hp. Covernya berwarna soft pink dengan stiker bergambar ceri. Terdapat juga strap berwarna merah yang juga berbentuk ceri. Yusuke seperti pernah melihat hp ini.
“Wah, dapat hape kita. Bisa dijual nih.” Ryu merebut hp itu dari tangannya.
“Eh, maksud kamu apa? Barang temuan harus dikembalikan ke pemiliknya tau.”
“Hehehe. Becanda kali. Emang kamu tahu ini punya siapa?”
“Kayaknya aku pernah liat hp ini tadi siang deh.”
“Hah? Tadi siang?”
“Ah, iya! Aku ingat. Anak kelas 1 itu. Waktu kita nganter sesuatu buat Bu Guru Yoshina. Aku liat ada anak yang punya hp mirip ini.”
“Heh? Kamu yakin?”
“Yah, kita tanya dulu kan.” Yusuke lalu berbalik hendak masuk kembali ke sekolah. Tapi langkahnya terhenti.
“Besok aja kali. Kamu gak liat sekolah udah kosong?”
Yusuke terpaku menatap sekolahnya yang hanya tinggal satu dua orang itu.
“Hehe. Iya juga ya. Yuk, pulang.” Yusuke memasukkan hp itu ke dalam saku celananya.
***
Bel belum berbunyi. Noriko melihat Erika yang terbatuk-batuk, di dahi dan pelipisnya tampak butiran-butiran kecil keringat.
“Eri-chan. Kamu sedang sakit atau sedang berbunga-bunga? Mukamu pucat begitu, tapi kamu senyum-senyum terus.”
“Hehe. Dua-duanya mungkin. Uhuk.. uhuk
“Astaga. Badanmu panas begini. Ayo ke UKS!”
“Tidak usah. Aku masih kuat kok. Lagipula ini baru hari kedua sekolah. Masih banyak guru yang belum kukenal. Aku masih bisa tahan kok.”
“Kamu yakin?”
“Iya” Erika tersenyum.
“Eh, kemarin aku berpapasan sama Ryu-senpai loh. Dekat lorong rumahku. Aku e-mail kamu kok gak dibalas?”
“Ah, iya! Noriko-chan. Kemarin hp-ku hilang. Kamu liat gak?”
“Hah? Hp-mu hilang? Astaga. Hp itu barang yang paling penting tau. Kok kamu bisa tenang gini sih. Udah coba dihubungi?” Erika cuma mengangkat bahu.
“Belum. Yah, kalau memang takdirnya sama aku, bakal balik sendiri kok.”
“Ya, ampun. Kamu ini. Paling bisa bikin orang khawatir. Mana sakit begini lagi.”
“Hehehe. Oh, iya...” Sebelum melanjutkan kalimatnya, Erika melihat kiri-kanan lalu setengah berbisik berkata “Sepertinya kemarin aku jatuh cinta.” Ujar Erika dengan santai. Noriko semakin takjub sama temannya ini. Sekarang dia malah tidak bisa berkata-kata.
“Kamu ingat cowok kemarin gak? Yang jalan sama Ryu-senpai. Kamu bilang namanya Yusuke.”
“Eh, kamu suka sama Yusuke-senpai? Padahal kan baru ketemu sebentar gitu.”
“Iya. Kemarin waktu mampir di kelas. Aku liat dia.”
“Loh, aku cuma liat Ryu-senpai tuh. Lagian bukannya kamu tidur?”
“Gak kok. Kemarin waktu aku buka mata dia muncul di depan pintu.”
“Ah, kamu lagi mimpi kali.”
“Beneran kok. Bukannya kamu sendiri yang ngomong kalo Ryu-senpai kemarin ke kelas kita? Sepertinya Yusuke-senpai juga ada.”
Erika kemudian berbalik dan mengulang posisinya kemarin. Berbaring di meja.
“Dia muncul tepat di situ. Rasanya waktu bergerak melambat. Dan aku gak bisa lepaskan pandangan darinya.”
Tepat ketika ucapan Erika selesai. Yusuke muncul di depan pintu. Disusul Ryu, yang segera mengundang teriakan histeris murid-murid cewek di kelas. Yusuke langsung melihat Erika,
“Hmph.” dengan menahan tawanya dia maju. “Kamu tiap hari selalu duduk dengan posisi begini?”
Erika yang menemukan kesadarannya sontak mengangkat kepalanya kembali ke posisi duduk. Dia mengedip-ngedipkannya matanya, karena merasa ia baru saja bermimpi. Wajahnya menampakkan ekspresi bingung, yang entah kenapa malah membuat Yusuke tertawa.
“Hahaha. Kamu lucu banget sih. Ya nggak Ryu.” Yusuke berbalik menatap Ryu. Tapi, Ryu malah menampilkan ekspresi terkejut. Matanya tak lepas dari Erika.
Seisi kelas mulai berbisik-bisik, melihat keanehan tingkah Ryu-senpai mereka yang sangat berbeda dari biasanya. Ryu yang mereka kenal adalah anak yang selalu ramah dan ceria. Tapi kali ini Ryu seperti bukan dirinya.
“Hahaha.” Yusuke masih tertawa. “Bahkan kamu sampai gak bisa ngomong gitu ya? Huu.”
“Anu, ada apa ya, senpai? Ada perlu apa datang ke sini?” tanya Erika sambil menahan malu karena jadi bahan tertawaan orang yang disukainya.
“Oh, maaf maaf. Ini. Kemarin jatuh dekat gerbang.” Yusuke mengeluarkan sebuah hp dari sakunya. “Ini punyamu?”
“Ah, hpku!” Erika setengah berteriak karena gembira. Yusuke tersenyum melihat tingkah Erika, yang ekspresinya bisa tiba-tiba berubah dari wajah yang bingung menjadi ceria.
Yusuke tiba-tiba menampilkan ekspresi yang sama seperti ekspresi Ryu. Perasaan aneh dan penasaran terus muncul. Senyum itu sepertinya familiar. Pernah liat dimana ya? Batin Yusuke.
“Ternyata jatuh di sekolah, ya. Syukurlah. Terima kasih, Senpai.” suara Erika menyadarkannya.
“Ah. Sama-sama. Oh, iya. Ngomong-ngomong namaku Fujiyama Yusuke. Salam kenal”
“Aku Miyamoto Erika. Salam kenal juga, Fujiyama-senpai.”
“Iya, Miyamoto-san.” Erika merasa senang. Lelaki yang baru kemarin disukainya, kini menyebut namanya. Ini perkembangan yang cukup cepat. Pikirnya. Tapi tidak apa-apa kan. Erika merasa senang.
“Oh, iya Miyamoto-san. Kenalkan juga temanku ini.” Yusuke menoleh dan mendapati Ryu yang masih menatap Erika dengan takjub. “Hei, jangan diam saja. Ayo, sini. Panggil saja dia Ryu. Dia lebih suka dipanggil begitu”
“Ryu-senpai kenapa? Seperti baru lihat cewek cantik. Pangerannya Ayakashi bisa malu-malu juga ya?” Noriko menggoda Ryu.
Ryu langsung tersenyum malu-malu.
“Kyaaa..” Anak-anak sekelas jadi histeris.
Erika tersenyum. “Salam kenal. Ryu-senpai.”
“Ah, iya. Salam kenal.” Ryu-senpai yang bersuara malah membuat anak-anak sekelas jadi tambah histeris. Ryu sendiri masih memperhatikan Erika dengan seksama. Dia seperti berpikir keras. Walaupun pandangan mata Erika malah menatap Yusuke. Anak ini kan.. Itu suara hati Ryu.
Bel masuk berbunyi.
“Baiklah, hp-nya sudah dikembalikan. Sekarang ayo kita kembali ke kelas.” Yusuke menarik Ryu menjauh. “Miyamoto-san kalau ketemu di luar jangan lupa menyapa kami ya.”
Erika membalasnya dengan senyum karena mereka sudah berjalan menjauh.
“Ciee. Senang ya.” Noriko menggoda Erika.
“Tentu saja.” Erika tersenyum.
Seperti dejavu. Erika kembali teringat sesuatu yang tadi pagi tiba-tiba muncul dipikirkannya. Dejavu? Kenapa aku terus memikirkan ini. Apa memang aku pernah mengenal senpai? Di kehidupan sebelumnya mungkin? Kalau memang iya, berarti kita memang jodoh dong. Erika tersenyum.
***

“Hei, Ryu.” Yusuke memanggil Ryu yang sejak tadi diam saja.
“Hm?” Ryu agak kaget.
“Kamu tadi kenapa?”
“Memangnya aku kenapa?”
“Dari tadi kamu bertingkah aneh. Ada apa? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?”
“Tidak. Hanya saja si Miyamoto ini. Aku sangat yakin kalau dia itu temanku waktu di Yamanashi dulu. Aku ingat betul wajahnya. Matanya. Senyumnya. Tidak salah lagi. Dia Akiko. Tapi kenapa namanya bisa jadi Erika?”
“Akiko?”
“Iya, dia tetanggaku waktu aku masih tinggal di Yamanashi. Aku ingat kalau aku sering bermain dengannya.”
“Coba saja kamu tanyakan ke dia. Siapa tahu dia masih ingat kamu.”
“Kayaknya gak deh, soalnya tadi dia lihat aku kayak baru ketemu gitu. Kalau memang dia ingat, pasti dia bakal bilang sesuatu. Dia juga kayaknya gak tertarik sama aku. Malah kalau aku perhatikan, pandangan matanya ke kamu terus.”
“Heh? Yang bener?” Yusuke merapikan kerah bajunya dengan sok keren lalu berkata, “Apa sekarang tingkat kekerenanku sudah naik? Popularitas kamu bakal turun nih?”
Ryu langsung meninju lengan Yusuke. “Enak saja. Pangeran Ayakashi cuma ada satu. Yaitu aku.” Ryu berkata dengan nada bangga.
“Huh. Dasar narsis.”
“Hahaha. Kalau aku sudah lulus, gelar itu akan kuwariskan ke kamu deh.”
“Kalau kamu lulus, aku juga sudah lulus kali!”
“Hahahaha. Artinya kamu gak bisa ambil gelar itu tau. Hahha.” Ryu berkata sambil menghilang ke dalam kelas.
Yusuke terdiam sebentar, lalu tersenyum. Dia kemudian menuju kelasnya. Oh iya, Ryu dan Yusuke itu beda kelas. Yusuke di kelas 3-2 sementara Ryu di kelas 3-1.
***

-Jam istirahat siang-
Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Kantin sudah mulai sepi. Ryu dan Yusuke ada di salah satu meja, masih menyantap makanannya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Ryu.
“Hadashi-san. Adikmu ada di UKS. Sepertinya dia habis berantem.”
“Apa?!! Dia berantem lagi?! Dasar anak itu.” Ryu menggaruk kepalanya kesal. “Ah, terima kasih Sakura-san. Aku segera ke sana. Yusuke, aku duluan ya.” Ryu kemudian bangkit berdiri lalu berlari keluar kantin. Tepat di pintu keluar, suara bel berbunyi. Ryu sontak berhenti. Dia langsung berbalik lalu berteriak,
“Sakura-san, tolong titip absen ya.”
“Iya.” jawab Sakura pelan, karena Ryu sudah menghilang dari pandangan.
***

-Jam istirahat siang-
Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Suasana kelas 1-2 masih riuh saja dengan suara celotehan anak-anak yang mengobrol. Noriko yang datang dari luar, mendapati Erika masih tidur di mejanya.
“Eri-chan. Bel masuk sudah mau dibunyikan, tapi kamu masih tidur? Hmm..” gumam Noriko. Dia mendekati meja Erika lalu mengguncangnya pelan.
“Eri-chan. Eri-chan. Bangun. Kalau memang tidak sanggup, ke UKS saja sana.”
“Aku masih kuat kok.” Erika lalu mengangkat kepalanya lalu duduk.
“Hm. Ya udah. Eh, Aku punya cerita menarik nih. Teman kelas kita si Mizuki berantem dengan So-kun.”
“Hah? So-kun?” Noriko pasti cukup akrab sama si So-kun ini, karena dia sudah memanggilnya dengan nama panggilan seperti itu.
“Iya, So-kun. Anak kelas 1-3. Dia itu teman sekelasku di SMP dan sekarang satu sekolah di SMA. Dia juga adiknya Ryu-senpai.”
“Oh, jadi Ryu-senpai punya adik?” suara Erika mulai terdengar melemah. Di sela kata-katanya terdengar desahan napas.
“Iya. So-kun itu orangnya gak mau kalah sama orang. Dia sebenarnya anak yang baik. Tapi sejak masuk SMP dia jadi emosian. Entah kenapa dia gampang banget tersinggung dan sering ngajak orang beran...” kata-kata Noriko tidak selesai, karena Erika tiba-tiba jatuh. Untung Noriko sempat menahannya. “Eri-chan! Kamu kenapa?!”
Bel berdering tepat saat Erika jatuh pingsan. Noriko lalu minta tolong untuk membantu memapah Erika menuju UKS.
***

Di UKS, Noriko dan teman-temannya memapah Erika ke dalam. Segera guru kesehatan membantu mengarahkan mereka ke tempat tidur pasien. Ryu yang sedang mengomeli adiknya lalu berhenti. Kemudian langsung terdiam begitu melihat Erika yang dibopong masuk UKS.
“Kalian kembali ke kelas saja teman-teman. Erika biar aku yang jaga.” ujar Noriko.
“Kamu juga kembali ke kelas saja. Bel sudah berbunyi. Jangan jadikan ini alasan untuk membolos. Kamu tidak usah khawatir. Aku akan menjaganya.”
“Baik, Bu.” Noriko memandang Erika sekali lagi kemudian beranjak pergi menyusul teman-temannya.
Soichirou yang melihat adegan itu hanya mendengus. Kemudian dia melihat kakaknya yang mematung menatap Erika.
“Kakak kalo cuma mau marah-marah disini mending balik ke kelas aja. Bel sudah bunyi tuh.”
“Huh?” Ryu sedikit terlonjak mendengar komentar adiknya.
“Itu benar Hadashi-san. Kamu kembali ke kelas saja. Adikmu sudah dimarahi wali kelasnya tadi. Dia juga butuh istirahat. Memarnya lumayan banyak.” Ujar Bu Guru.
Ryu memandang Erika.
“Sudah kamu keluar sana.” Desak Bu Guru.
***

Erika perlahan membuka matanya. Ini dimana ya? Terlihat di samping kirinya tirai yang membatasi tempat tidur pasien, lalu di sebelah kanan di ujung ruangan dia melihat lemari kaca dengan stiker berbentuk palang merah. Ah, ini pasti di UKS. Tapi sekarang sepi sekali ya. Apa tidak ada guru yang jaga?
Erika merasa dia sudah cukup baikan. Dia merasa baik-baik saja saat bangkit duduk. Tapi ketika mencoba berdiri dia malah terhuyung dan jatuh terduduk di lantai.
“Ah..” Erika memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing sekali.
Soichirou yang sedang tidur-tiduranmemandangi langit-langit langsung terbangun mendengar suara gedebuk. Kemudian dia membuka tirai pembatas tempat tidur itu. Dia melihat Erika sedang terduduk di lantai. Ia segera menghampirinya.
“Hei, kamu baik-baik saja?”
Erika kaget karena tadinya dia mengira di UKS ini tidak ada orang-orang. Dia memaksakan senyumnya lalu melambaikan tangannya.
“Aku tidak apa-apa kok.” Erika lalu memandangi lantai. Wah.. Lantainya berputar. Hebat. Sudah lama aku tidak melihat pemandangan ini. Semuanya berputar. Ujarnya dalam hati. Dia kemudian tersenyum lagi.
Soichirou melihatnya dengan pandangan aneh. Cewek ini gila ya. mungkin kepalanya terbentur sesuatu tadi. Makanya dia pingsan terus dibawa ke sini.
Erika kemudian mencoba bangkit. Kali ini Soichirou membantunya.
“Terima kasih.”
 “Kamu lagi sakit kan? Kalau sakit gak usah maksain diri begitu. Mending tidur-tiduran aja. Tidur di UKS itu lebih enak daripada harus belajar di kelas. Kamu harusnya bersyukur bisa sakit.” Erika tampak sedikit terkejut mendengarnya. Memang apa enaknya orang sakit?
“Aku sering tuh berharap lagi sakit pas di sekolah. Gak perlu belajar di kelas yang membosankan. Dan yang paling penting gak dianggap bolos juga. Kan kita lagi ‘sakit’.” Soichirou tersenyum bangga dengan pendapatnya itu.
Huh. Cowok ini sombong banget. Pikir Erika. Erika yang penglihatannya mulai kembali normal, mengangkat kepalanya hendak membalas perkataan Soichirou. Tapi kata-katanya tidak keluar. Dia malah tertegun menatapnya.
Soichirou yang dilihatin seperti itu merasa risih. Dia sedikit salah tingkah.
“Apa? Kenapa liat-liat?” dia malah jadi ketus.
Tapi Erika masih menatap Soichirou. Dahinya sedikit berkerut. Sepertinya aku pernah liat, tapi di mana ya?
“Apa sih. Cewek aneh.” gumam Soichirou sambil berjalan kembali ke tempat tidurnya.
“Tunggu.”
“Apa?”
“Apa aku mengenalmu?”
“Hah?”
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Soichirou mendengus “Huh. Aku gak kenal kamu tuh.” Dia kemudian menarik tirai pembatas dengan kasar.
“Hei, tunggu.” Erika menarik kembali tirai pembatas itu.
“Apa lagi sih?” Soichirou mulai jengkel.
“Tidak. Hanya saja aku merasa kalau kita pernah ketemu. Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Siapa tahu kita memang saling kenal”
“Cari tahu aja sendiri.” Soichirou lalu berbaring membelakangi Erika. Pura-pura tidur.
Erika merasa mengenal Soichirou. Dia memikirkan bagaimana cara untuk mengetahui namanya. Oh iya, guru kesehatan pasti tahu namanya.
“Hei, guru yang jaga kemana?”
“Lagi keluar.” Soichirou berkata acuh tak acuh.
“Keluar kemana?”
“Gak tau. Pokoknya keluar.”
“Dia tadi bilang gak, mau ke mana?”
Soichirou menghela napasnya keras-keras. “Gak”
“Ngomong-ngomong kamu habis berantem ya? Lukamu banyak juga. Berantem sama siapa?”
Soichirou menggelengkan kepalanya. Dia sudah tidak tahan lagi. Dia lalu bangkit berdiri. UKS bukan tempat yang tenang hari ini. Pikirnya.
Erika panik karena orang yang dari tadi membuatnya penasaran, akan pergi tanpa memberitahukan namanya. “Hei, tunggu! Bajumu.”
Soichirou kemudian berhenti. Hah? Baju? Dia menatap bajunya mungkin ada sesuatu yang menempel. Tapi tidak ada apa-apa selain noda lumpur bekas pertengkarannya tadi pagi.
“Ada sesuatu di bajumu.”
“Yeah, yeah.. Bajuku memang kotor.” Ujarnya cuek.
“Bukan itu. Ada sesuatu yang menempel. Itu di sebelah situ. Aku melihatnya tadi. Coba balik sini sebentar” karena penasaran, Soichirou berbalik juga.
“Mana? Gak ada kan.”
“Hadashi Soichirou.”
“Apa lagi?”
“Itu namamu kan?” Soichirou kaget. Ia baru sadar kalau cewek di depannya baru saja menyebut namanya.
”Darimana kamu...”
“Maaf tadi aku berbohong. Aku cuma ingin membaca papan namamu. Aku Miyamoto Erika” Erika tersenyum.
Wajah Soichirou tampak memerah menahan marah. Dia merasa seperti orang bodoh. Bisa-bisanya dia tertipu dengan mudahnya. Dia lalu berjalan keluar UKS. Dengan satu pukulan di pintu UKS sebagai ungkapan kekesalannya.
“Hei tunggu.”
Erika masih ingin memastikan kalau mereka saling kenal. Tapi sepertinya dia tidak punya kesempatan.
***

Di rumah, Erika terus memikirkan tentang Soichirou. Dia tidak bisa konsentrasi menyelesaikan PR-nya. Alih-alih, dia malah menuliskan nama ‘Hadashi Soichirou’ di bukunya. Teringat pembicaraannya dengan Noriko waktu di kelas.
...teman kelas kita si Mizuki berantem dengan So-kun.
“Hm.. So-kun” Dia lalu melingkari kata ‘So’ di tulisannya.
Refleks dia juga melingkari kata ‘Ichirou’ “Ichirou-kun.” Keningnya kemudian berkerut. “Eh?” Erika merasa nama itu familiar.
“ Soichirou... So-kun... Ichirou-kun... Ah!” Aku ingat sekarang. Ichirou-kun.
“Erika, makan malam!”
“Iya, Pa.”
Tapi sebenarnya Erika tidak begitu mengingatnya. Dia ingat kalau dia mengenal seseorang dengan nama Ichirou-kun. Dia juga ingat wajahnya. Tapi sayangnya begitu saja. Dia cuma bisa ingat sejauh itu.
***

2014/08/03

Cinta dan Benci

Kata orang batas antara cinta benci itu sangat tipis. Dan kini aku yakin kalau aku sudah melewati batas itu.

'Mimpi' yang Indah

Dia memegang tanganku. Dan sepertinya dia juga bersandar padaku. Ya Tuhan, apa ini mimpi? Kalau iya maka jangan bangunkan aku, Tuhan.

Destiny

Ini adalah Novel yang sedang kugarap. Judulnya 'Destiny'. Plot ceritanya sudah selesai. Sekarang tinggal penulisannya saja. Dan proses inilah yang paling sulit. Aku melakukan riset via internet untuk mengumpulkan berbagai informasi. Soalnya aku memakai settingan lokasinya di Jepang.
Hehehe. (otaku amatiran!)

Silakan dibaca. Terbuka untuk saran dan kritik. ^^
2. Aku Mengenalnya!
3. Erika yang Aku Kenal itu...

Anak Pemilik Kontrakan

    "Ibu sama anak sama-sama cantik. Tapi sama-sama galak. Deketinnya susah. Salah-salah bisa kena omelan sepanjang malam."
       "Cara menghadapi orang galak cuma satu. Kamu harus jadi orang yang lebih galak lagi."

Kakak dan Adik

Aku benci selalu dibanding-bandingkan dengan kakakku yang pintar itu. Wajah kami yang mirip semakin membuatku jengkel. Kecelakaan itu membuatku sedikit lega karena kami akhirnya memiliki wajah yang berbeda.

Cowok Arogan Itu

Kemarin dia bersikap sangat arogan padaku. Lalu apa yang membuatnya tiba-tiba berubah jadi ramah begini? Maaf saja, tapi sikapmu yang kemarin membuatku jengkel. Aku tidak akan bersikap ramah sampai aku tahu sebabnya. Dan jangan kira pujianmu itu akan membuatku luluh.